Di tengah maraknya beberapa kasus penting di negara ini, seperti kasus Bank Century, Bibit-Chandra, Susno Duadji, hingga the silent millionaire, Gayus Tambunan; tiba-tiba menyeruak kasus beredarnya dua video porno mirip artis yang melibatkan nama Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari. Pemberitaan mengenai video panas ini pun mengambil porsi yang besar di media, baik cetak maupun elektronik, hingga nyaris tak menyisakan ruang untuk kasus-kasus penting yang saya sebutkan sebelumnya. Ternyata tak hanya di tingkatan nasional, kasus ini pun mendapat perhatian luas dari mancanegara; tak heran beberapa infotainment dengan nada sarkastis mengatakan bahwa impian group band Peterpan untuk go international akhirnya terwujud juga. Jangankan kasus-kasus di atas, gempita World Cup 2010 pun tak kuasa menandingi Arielgate ini; apalagi hanya Djarum Indonesia Open Super Series yang nyaris tak terdengar gaungnya.
Tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah, mayoritas masyarakat (utamanya yang telah melihat video tersebut) berpendapat bahwa ketiga tokoh dalam dua video tersebut adalah Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh Roy Suryo, ahli IT yang diminta bantuannya oleh kepolisian, yang mengatakan bahwa 100% pelaku di dalam video tersebut adalah ketiga pesohor negeri tersebut. Pendapat Roy Suryo ini sekaligus mengukuhkan pendapat beberapa pakar IT sebelumnya yang memberikan persentase kecocokan 99,99%. Meski demikian, beberapa kalangan tak meyakini bahwa pelaku dalam video tersebut adalah ketiga pesohor negeri itu. Kesimpangsiuran itu mulai menemukan titik terangnya, ketika Ariel ditetapkan menjadi tersangka hingga akhirnya menjadi tahanan Mabes Polri. Dukungan Moral untuk Pelanggar Moral
Tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah dan tanpa maksud untuk menghakimi, Ariel adalah pelanggar moral; tentu yang saya maksud adalah moralitas ketimuran. Memang, moral merupakan suatu kajian yang luas, namun tak dapat dipungkiri bahwa hubungan seks di luar nikah, bukanlah bagian dari budaya Indonesia (Walau tak dapat disangkal bahwa angka freesex di Indonesia terus meningkat). Apa yang dipertontonkan oleh ketiga pelaku dalam video mesum tersebut sangatlah bertolak belakang dengan moralitas ketimuran. Namun apakah itu berarti Ariel harus ditempatkan sebagai seorang pesakitan yang layak menerima segala caci dan maki? belum tentu! Namun juga tak berarti bahwa Ariel tak boleh diubah posisinya dari seorang super star menjadi seorang pelanggar moral! Karenanya kedatangan sejumlah artis dan fans Ariel ke Mabes POLRI patut diperhatikan.
Saat ini Ariel tentulah tidak dalam situasi yang mengenakkan. Kondisi ini akan semakin terasa menyesakkan jika semua pihak meninggalkan Ariel. Tentu yang saya maksudkan adalah saudara, teman, kerabat, dan penggemar yang tidak memiliki motif lain; di luar kuasa hukumnya. Dalam situasi ini, dia sangat membutuhkan dukungan dan kepastian bahwa dia tidak seorang diri. Karenanya kedatangan sejumlah pihak mengunjungi Ariel merupakan hal yang patut disyukuri, sebab mereka tak membiarkan Ariel seorang diri. Namun saya dikagetkan oleh komentar Ahmad Dhani yang mengatakan bahwa mereka yang datang tersebut setuju bahwa Ariel tidak bersalah, sembari menyertakan dalil hukum. Saya kurang jelas, apakah komentar Dani tersebut mewakili dirinya saja atau juga artis-artis lainnya. Kekagetan saya bertambah ketika menyaksikan di layar kaca beberapa fans Ariel berkata tidak akan pernah percaya bahwa pelaku video tersebut adalah Ariel. Benar, bahwa Ariel tidak boleh dibiarkan seorang diri; namun kita juga harus berani menyatakan bahwa Ariel bersalah dan melanggar moral (sebab secara hukum Ariel belum dinyatakan bersalah, karena prosesnya memang masih berjalan). Masyarakat harus berani menjatuhkan sangsi moral kepada Ariel. Sehingga dia benar-benar sadar bahwa dia telah salah. Menurut saya, kedatangan fans Ariel untuk mensupportnya, adalah dukungan yang menunjukkan rapuhnya moral bangsa kita. Para artis bisa berbuat sesuka hatinya, dan tak mendapatkan sangsi moral apa pun.
Saya teringat beberapa waktu lalu, peristiwa kehamilan Sheila Marcia mendapatkan sorotan yang cukup besar dari infotainment dan banyak kalangan yang bersimpati karena (waktu itu) belum jelas siapa ayah dari bayi yang dikandungnya. ANEH. Beberapa dekade lalu, jika ada anak gadis yang hamil di luar nikah, itu merupakan suatu kesalahan besar dan menjadi aib keluarga; namun kini mendapat simpati besar dari masyarakat. Belum lagi ibunda Sheila yang tanpa merasa bersalah, terus menyebut nama Yesus. Saya berpendapat agar tidak membawa-bawa atribut agama ke dalam masalah seperti ini. Betul bahwa dalam persoalan itu, pelaku pasti membutuhkan kekuatan secara spiritual; namun dengan menyebut dan membawa symbol agama, akan memberi kesan rendah kepada agama tersebut, seolah-olah agama mendukung tindakan asusila seperti itu. Apalagi jika itu dilakukan si pelaku dengan wajah innocent.
Fakta ini menunjukkan degradasi moral di bangsa kita. Kita sering menganggap bahwa Amerika tak bermoral, namun faktanya kitalah yang demikian. Amerika mengecam Tiger Woods atas perselingkuhannya, namun di negeri ini orang tetap memuja Ariel yang jauh lebih parah dari Woods; sebab Woods dengan berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada publik, sementara Ariel terus berjuang mencari pembenaran diri. Edison Chen dengan berani mengakui kesalahannya dan menjatuhkan sangsi kepada dirinya sendiri, dengan mundur dari jagad hiburan. Namun di negeri ini, para fans mendukung Ariel dengan dalih agar tetap berkarya. Harusnya para fans mendukung agar Ariel mengakui kesalahannya dan menjatuhkan vonis kepada dirinya sendiri, seperti yang dilakukan Edison Chen. Katakanlah mungkin Ariel masih ingin berkarya, namun dia harus mundur dari dunia hiburan paling tidak 10 tahun sebagai sangsi moral kepada dirinya.
Betapa jauhnya bangsa kita telah terpuruk. Bukan hanya dari sisi prestasi, tapi dari sisi yang jauh lebih penting; moral bangsa, hal yang dulu sangat dibangga-banggakan oleh bangsa ini. Kita menjadi jauh lebih liberal dari negara-negara liberal, kita jauh lebih kebarat-baratan dibanding Negara barat. Adakah jalan keluar? Yohanes Sirait 30 Juni 2010