Etika Konseling

Diposting oleh Andre Primaries on Selasa, 29 November 2011

Beberapa hal penting berhubungan dengan Etika dalam Konseling:

 1. Kerahasiaan

Kerahasiaan adalah hal yang sangat penting dalam konseling. Tanpa jaminan kerahasiaan, konseling tidak dapat dimulai dan kalaupun sudah berlangsung, tidak akan berlanjut terus. Batas kerahasiaan hanyalah bila ada nyawa yang terancam hidupnya (nya konseli atau orang lain). Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah:

a.Privacy

Ini adalah hak seorang konseli untuk dibiarkan (to be left alone) dan menentukan sendiri kapan, dimana dan seberapa banyak ia membuka diri kepada konselornya.

b.Confidentiality

Ini adalah kualitas dan kuantitas hal yang dibukakan kepada konselor dengan janji terucapkan atau tidak dan harapan bahwa hal itu tidak diberitakan kepada orang lain kecuali sesuai dengan tujuannya.

c.Privilege

Ini adalah perlindungan secara hukum untuk tidak melanggar janji dalam kasus pengadilan.

2.Kekudusan

Sebagai seorang konselor Kristen, tidak ada tawar-menawar mengenai kekudusan dalam hubungan dengan konseli. Jelas bahwa hubungan seksual antara konselor dan konseli adalah hubungan yang berdosa. Banyak psikolog, psikiater, dokter dan juga pendeta yang telah jatuh dalam dosa ini. Kerugian yang diderita konseli jauh lebih besar daripada yang diderita konselor.

a.Kerugian pada konseli:

Banyak konseli yang dimanipulasi dalam hal ini mengalami akibat seperti: depresi yang bertambah, kehilangan motivasi, penyesuaian sosial yang berkurang, gangguan emosi yang signifikan serta penggunaan alkohol dan obat yang bertambah. Juga mungkin didapatkan rasa bersalah, bingung, kekosongan dan kesepian, ketidak mampuan untuk mempercayai orang lain, labil dalam emosi, kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi, kemarahan yang dipendam.

Wanita yang terlibat secara seksual dengan konselornya akan kurang percaya dan lebih marah kepada pria secara umumnya. Gejala gangguan sebulan setelah selesai terapi lebih banyak daripada yang tidak terlibat secara seksual. Wanita yang pada masa lampaunya pernah mengalami sexual abuse (aniaya seksual) dan korban pelecehan seksual dan kemudian dalam konseling terlibat secara seksual dengan konselornya akan mengalami gangguan yang paling parah. Luka lama mereka bukannya menjadi sembuh tetapi terbuka kembali.

b. Konselor yang memanipulasi secara seksual:

Beberapa tipe konselor yang memanipulasi secara seksual ialah:

-Menderita gangguan psikosis. Tidak terlalu banyak yang seperti in
-Narsisistik dan Antisosial. Kebanyakan mereka adalah pria yang selalu mencari mangsa di antara konselinya. Bila tertangkap mereka mengaku sungguh-sungguh mencintai konselinya. Sebenarnya konselinya hanyalah obyek pemuasan diri mereka.
-Lovesickness. Kebanyakan konselor yang terlibat secara seksual dengan konselinya memiliki kebutuhan tinggi untuk dicintai dan mengidolakan konselinya. Banyak konselor tengah umur yang mengalami krisis dalam hidup atau keluarganya yang "jatuh cinta" kepada konseli wanitanya yang lebih muda. Mula-mula ia membagikan masalah, kebutuhan dan penderitaannya. Peran yang terbalik terjadi (konseli memenuhi kebutuhan konselor) yang mudah berakhir dengan keterlibatan seksual.
-Masochistic surrender. Di sini konselor membolehkan dirinya diintimidasi oleh konselinya. Permintaan konseli selalu dituruti konselor karena "takut konseli bunuh diri." Membatasi konseli terasa kejam oleh konselornya. Konselor mungkin merasa terjebak dan menunjukkan marahnya kepada konseli. Akibatnya ia kemudian merasa bersalah hingga ketika diminta untuk melayani secara seksual, ia terpaksa menurutinya. Berbeda dengan konselor yanglovesick, disini konselor merasa terjebak dan tidak jatuh cinta kepada konselinya.
Sang konselor yang memiliki kebutuhan besar untuk disanjung dan dihargai, tidak dapat melihat bahwa sanjungan konseli terhadapnya hanyalah kebutuhan kekanak-kanakan.

3. Kepribadian yang memadai

Di samping kedua hal di atas yang harus ada pada seorang konselor, ia perlu juga memiliki ketulusan hati yang tidak tergoyahkan. Ini sesuai dengan kehendak Kristus dalam Matius 5:37. Ia tidak menjadi seorang konselor hanya karena rasa ingin tahunya yang besar. Ia juga tidak manipulatif dengan memanfaatkan orang lain untuk keuntungannya sendiri: uang, fasilitas, pekerjaan, dll.
(Ditulis oleh: Pdt. Jonathan Trisna, D.Th) Sumber : blog.seminaribethel.net